Senin, 21 Desember 2009

Sayangku Erina

Ada yang berbeda hari ini, aku bangun pagi dan sarapan dengan tenang. Aku melakukan itu karena hari adalah hari wisudaku dan untuk pertama kalinya akan kukenakan gelar sarjanaku. Aku fandy Setiawan dan sekarang namaku menjadi Fandy Setiawan, ST. Bukan hal itu saja yang membuatku gembira pagi ini, karena setelah wisuda nanti, aku dan pacarku Erina akan melaksanakan ibadah haji bersama bulan depan.

“Mas, ayo cepat, nanti keburu macet”

“Iya bu sabar, masih jam 6 juga, acaranya kan jam 9”

“Tempatnya kan jauh dari rumah mas. Ayo cepat, udah ditunggu sama semua tuh dibawah! Abis sarapan malah ngelanjutin nagaca!”

“Iya Ibuku saying, sebentar ya..”

Benar saja seperti yang dikatakan Ibuku, kami terjebak macet, padahal kami berangkat jam 06.15 dari rumah.

“Aahh, ampun..! kapan sih jalan di Jakarta gak macet?”

“kamu sih dandannya kelamaan”

“Iya nih mas Fandy, genit banget deh! Mau nampang sama siapa lagi mas?, hehe” ledek adikku Fian.

“Yeh de, mau nampang sama pacar donk, hehehe”

“Iya juga sih, biar mbak Erina gak sadar kalo mas itu jelek, hahaha”

“Semprul..!”

“Hahaha” semua tertawa.

Mungkin adikku ada benarnya juga, Erina itu cantik, baik, pintar, tidak pernah marah, biacara selalu dengan kata-kata yang enak didengar,rajin beribadah. Pokoknya dia itu hampir sempurna, sangat berbeda dengan aku. Itulah banayak yang hrerran kenapa Erina betah berpacaran denganku selama 4 tahun lebih. Aku sendiri sempat berfikir kalau Erina mempunyai kekurangan dalam penglihatannya, tapi yang aku tahu matanya normal, hehehe. Mungkin inilah yang dinamakan takdir, tidak selamanya orang cantik mempunyai kekasih orang yang ganteng juga, hehehe.

“Fandy…” aku kenal suaru itu. Benar saja, itu adalah suara Erina kekasihku.

“Hai rin, udah daritadi?” sapaku.

“Iya. Eh, Ibu, Bapak, Fian” sambil menyalami satu persatu.

“Kok baru pada datang sih?” Tanya Erina.

“Iya nih yank(sapaan sayangku untuk Erina), tadi kita kena macet”

“Iya kak, gara-gara ada yang kelamaan dandan gitu deh..” kata adikku sambil melirik ke arahku.

“Huss..! Anak kecil jangan buka rahasia ah..”

“Ayo masuk” ajak Bapak.

Kami masuk bersama, didalam sudah ramai dengan calon wisudawan beserta anggota keluarga mereka. Ada yang lupa kuceritakan, Erina cantik sekali hari ini, make up diwajahnya menambah kecantikannya, kebaya yang digunakannya pun sangat pantas dengan tubuhnya yang tinggi dan langsing.

“Ya Allah, terima kasih engkau telah menciptakan mahkluk secantik Erina” kataku dalam hati.

Kami telah menjalani prosesi wisuda, berfoto denga teman-teman dan saling memberi semangat. Tak lupa aku menghampiri Erina yang baru turun dari podium.

“Hai Ibu Erina Andini, SH” godaku.

“Halo juga Bapak Fandy Setiawan, ST” jawabnya.

“Ntar aku jemput kamu jam 5 yah. Kita rayakan hari ini berdua. Jadikan?”

“Jadi dong sayang, jangan telat yah..”

“siip boss..”

Setelah acara selesai, aku dan Erina pulang ke rumah kami masung-masing, karena dirumah kami masing-masing ada acara syukuran kecil-kecilan. Setalah acara syukuran selesai, barulah aku menjemput Erina untuk pergi merayakan hari wisuda kami.

Tok..tok..tok.. ku ketuk pintu rumah Erina,

“Assalammualaikum” sapaku,

“Walaikumsalam” terdengar suara menjawab sapaanku.

“Eh nak Fandy, ayo masuk, Erina udah nungguin” Ibu Erina menyambutku.

“Iya tante, Makasih”

“Rin.. Fandynya udah dating tuh”

Aku menunggu di ruang tamu. Mungkin tempat ini yang digunakan untk syukuran, karena sofa yang biasa berada disini sekarang berada diteras rumah.

“Yank..” sapa Erina.

“Hai..” sapaku.

“Yuk jalan sekarang..”

“Mama kamu mana? Mau pamitan dulu..”

“Ma.. Pa.. Kita berangkat yah” teriak Erina.

“Iya, hati-hati yaa..” balas Ibunya.

Om, tante, berangkat dulu yaa.. Assalamualaikum”

“Walaikumsalam”

Kami pun pergi menuju restoran yang telah kami pesan. Namun lagi-lagi macet, sungguh suatu fenomena yang membuat otak tambah keriting, tapi untungnya aku d temani Erina.

Jam 7 kami sampai di tempat tujuan kami, sempat berhenti sebentar untuk solat maghrib.

“Wah yank, asik yah tempatnya” Erina kagum.

“Iya donk, siapa dulu yang milih” kataku membanggakan diri.

“Yank, aku udah packing buat ke tanah suci loh”

“Ya ampun, itukan masih sebulan lagi yank, ngapain packing sekarang? Aneh-aneh aja kamu”

“Aku pengen buru-buru kesana, takut gak keburu, hehe”

“Gak keburu? Maksudnya?”

“Hehe, gak apa-apa, iseng.. Wah makanannya datang, aku mam dulu ah, laperr.. hehe”

“Iya nih aku juga”

“Yank, abis ini kita kepantai yah..” ajak Erina.

“Pantai?! Ogah ah, pantai di sini kan jorok yank..” kataku menolak ajakan Erina

“Tapi aku mau kesana. Kita kesana sebentar aja, ngobrol-ngobrol bentar, trus pulang deh..”

“Tapi yank…” belum sempat aku lanjutkan bicara, Erina menyambar.

“Eits, ga boleh nolak yah.. hehe” katanya sambil tersenyum.

Mana tega aku menolak permintaanya. Selama kami berpacaran Erina jarang sekali meminta tolong kepadaku. Segala sesuatu dia kerjakan sendiri tanpa mengeluh, tapi kalau kepalanya sudah sakit, hal yang biasa dia lakukan adalah menelponku sampai sakit kepalanya hilang. Agak aneh memang, tetapi aku suka itu.

Sesampainya kami di pantai..

“Aku seneng deh yank dengar suara ombak bercampur angin gini, bikin tenang deh..” ucap Erina.

“Tenang apanya yank? Gelap gini, jorok pula.. ada-ada aja kamu.. haha”

Kemudian Erina mendekat kepadaku, lalu memelukku, kemudian dia berkata..

“Aku suka pantai, karena punya banyak misteri. Di luar Nampak biasa saja, bahkan mungkin orang enggan dating bila ombak dan angin sedang tidak bersahabat. Tapi siapa yang tau kalau dipantai itu banyak tumbuhan dan makhluk indah yang hidup?”

“Sok tau banget sih kamu yank, hehehe” godaku.

“Yee, biarin aja, dasar jelek..” ledeknya.

“Hahaha”

Pelukan Erika semakin erat..

“Yank, aku sayang kamu. Kalau nanti aku gak bisa lagi bahagiain kamu, kamu mesti cari orang lain yang bisa bikin kamu bahagia yah..”

“Ngomong apa sih kamu yank?! Kamu tuh selalu bikin aku bahagia tau..”

“Tapi kan aku gak bisa terus-terusan ada..”

“Yank, udah deh..”

“Iya..iya.. Pokoknnya kamu harus janji yah mesti terus hidup bahagia dengan ataupun tanpa aku”

Aku hanya diam tanpa tau harus menjawab apa. Ini adalah permintaan paling aneh yang pernah Erina minta.

“Iya, aku janji..”

Yah, aku tak bisa menolak permintaannya.

Haripun semakin malam, aku mengnatar Erina pulang. Besok pagi aku akan menjemptnya untuk dating ke kampus dan berkumpul dengan teman-teman kami.

“Kriiiiiiing…kriiiing”

Jam alarmku berisik sekali. Dengan mata yang berat aku beres-beres diri dan segera menjemput Erina. Aku mersa hari ini aneh sekali, aku seperti orang bingung. Aku rasa aku masih ingin tidur, tapi aku harus segera bergegas, karena Erina pasti menungguku.

Aku berangkat menuju rumah Erina. Hari ini Jakarta tidak macet, sungguh sesuatu yang jarang terjadi, tanpa menyia-nyiakan waktu, kupercepat mobilku menuju tempat Erina.

Mendekati rumah Erina, keadaan tidak biasa terjadi, banyak sekali mobil yang parker di sepanjang jalan menuju rumah Erina.

“Kok rame banget yah pak?” aku bertanya kepada orang yang lewat disebelah mobilku.

Ada yang meninggal mas”

“ooh, makasih pak”

Semakin aku dekat ke rumah Erina, aku sadar bahwa yang dimaksud orang tadi adalah rumah Erina. Aku bergegas keluar dari mobil lalu masuk ke dalam rumah. Dan aku menemui tubuh yang terbujur kaku.

Dia… Erinaku…

Aku tidak tahu harus berbuat apa melihat hal tersebut. Ingin menangis, teriak atau membenturkan kepalaku dan berharap ini semua hanya mimpi. Tapi ini adalah kenyataan pahit dalam hidupku. Erina yang semalam berada di pelukanku, tertawa bersamaku, sekrang dia tertidur kekal.

“Ya Allah, kenapa Erina?” tanyaku dalam hati.

Setelah pemakaman Erina, adik Erina bercerita kepadaku bahwa sudah setahun ini Erina menderita leukemia. Penyakit ini yang kerap mebuat wajahnya yang putih terlihat pucat, kepalanya sakit tiba-tiba, rambutnya yang rontok saat disisir, bahkan terkadang mimisan.

“Ya Allah kenapa aku menyadari bahwa Erina sakit?” ungkapku dalam hai dengan menyesal.

Setiap kepalanya sakit dia menelponku untuk berbicara mengenai hal-hal yang menyenangkan yang dapat membuat dia tertawa, bila aku tanya..

“Kepala kamu kok sering sakit sih?”

“Kecapean yank” jawabnya.

Saat ku belai rambutnya, banyak sekali helai rambut yang rontok, tetapi dia hanya berkata..

“Sampo aku gak cocok nih yank”

Baru aku sadari ternyata dia menutupi penyakitnya dariku dengan alasan tak ingin membuatku khawatir.

Sebulan kemudian, janji kami untuk melaksanakan ibadah haji bersama terlaksana. Walaupun tanpa Erina, tapi aku masih merasa Erina tetap ada. Di tempat yang ingin sekali Erina datangi aku memohon kepadaNya.

Aku ingin Erinaku tidur dengan tenag dengan senyum diwajahnya, dan bila saatnya tiba. Aku akan dating, dan Erinalah orang yang pertama yang ingin aku temui.

Erina… Love you..

0 komentar:

Posting Komentar

 
mystory Design by: Yanmie at Permata Hatiku